Prof. Dr. Benny Chatib

Air Baku, Hidup Matinya PDAM

Majalah Air Minum Edisi No. 121 Oktober 2005

Air baku merupakan masalah utama yang dihadapi PDAM seluruh Indonesia. Di banyak tempat, kuantitasnya semakin berkurang dan kualitasnya menurun akibat pencemaran.  

Prof. Benny Chatib saat mengajar peserta diklat YPTD-PAMSI. Dikenal luas sebagai suhunya tukang ledeng Indonesia.

Demikian disampaikan Prof. Dr. Benny Chatib, selaku Ketua Yayasan Pendidikan Tirta  Dharma Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (YPTDPAMSI), dalam Pelatihan Manajemen Air Minum Tingkat Madya Angkatan XII, yang secara khusus membahas air baku, September 2005. Menurutnya, hal paling penting untuk mengatasi masalah ini adalah pengamanan sumber yang sudah ada.

“Hidup matinya suatu PDAM bukan karena modal yang ada, melainkan berdasarkan sumber air baku yang tersedia.
Kita perlu mencari solusi dan menetapkan prioritas utama dalam mengatasi hal tersebut,” ungkapnya.

Dikatakannya, kita harus menggunakan peluang-peluang yang  ada, seperti UU No. 7 Tahun 2004 tentang SDA dan PP No.16 Tahun  2005 tentang SPAM. Kedua produk perundang-undangan tersebut bisa menjadi alat efektif dalam mengatasi masalah air baku. Artinya,  pemerintah pusat dan daerah

bertanggung jawab pada penyediaan air baku untuk penyediaan air  minum.

Sistem penyediaan air minum tersebut dikelola oleh PDAM. Karena itu, PDAM harus proaktif dalam membicarakan hal tersebut kepada pemerintah. “Bicarakan bagaimana mendapatkan jaminan ketersediaan sumber air baku bukan hanya untuk kebutuhan saat  ini tetapi juga untuk kebutuhan di masa yang akan datang,” kata Prof. Benny.

Pria yang menggondol gelar Master of Science dari University of California, Barkeley, AS, ini menjelaskan bahwa pengelolaan lingkungan dan pelestarian SDA mencakup empat hal. Pertama, penyusuanan tata ruang. Artinya, pemerintah dalam melakukan penyusunan tata ruang harus memperhatikan fungsi-fungsi lingkungan hidup, seperti fungsi hutan yang berperan dalam menjamin ketersediaan pasokan SDA.

Tata ruang ini juga mengatur lingkungan seperti apa yang tidak boleh diganggu keberadaannya dan tempat mana saja yang boleh dikembangkan. Tata ruang ini tidak hanya menyangkut kepentingan saat ini, tetapi juga untuk jangka waktu minimal 20 tahun ke depan. Tidak hanya mengikuti perkembangan ekonomi semata, tetapi harus juga melihat kebutuhan riil masyarakat.

Kedua, perlindungan terhadap air baku. Maksudnya, area yang sudah ada sekarang sebaiknya diamankan untuk jangka waktu ke depan demi kebutuhan jangka panjang. PDAM harus proaktif. Walaupun UU sudah memberikan peluang, masalah air baku tidak bisa ditangani hanya sendirian karena perlu dukungan pemerintah agar hasilnya maksimal.

Ketiga, air baku yang sudah diamankan apabila memungkinkan dapat dikembangkan di masa depan dengan cara dijadikan waduk. Waduk akan meningkatkan kapasitas aliran lebih mantab, dan kemudian dapat memenuhi kebutuhan akan datang.

Keempat, PDAM tidak bisa
berbicara sendiri. PDAM perlu
mengajak masyarakat dengan
cara mengembangkan lembaga
independen pemerhati masalah
SDA. Dalam hal ini PDAM dan
masyarakat harus bersatu jangan
bertindak sporadis. PDAM dan
masyarakat dapat membuat
komite air tingkat daerah, provinsi,
dan nasional. Masyarakatlah
yang nantinya akan berbicara
lebih lantang dari PDAM, sesuai
kapasitasnya sebagai pengontrol
kebijakan pemerintah. AZ

Prof. Dr. Benny Chatib, Guru Besar Teknik Lingkungan ITB, wafat pada Rabu, 6 Mei 2009. Prof. Benny lahir 16 Maret 1939 dan merupakan mahasiswa angkatan pertama Teknik Penyehatan ITB tahun 1962. Tak hanya di ITB, darma bakti Prof. Benny juga dicecap oleh banyak lembaga perguruan tinggi, termasuk Akatirta Magelang dan YPTD-PAMSI.