Pentingnya Komitmen

bagi Keberhasilan
Perusahaan

Dia ada dan sering melekat pada manusia. Kerap terucap dan terdengar, tapi tidak pernah terlihat bentuknya. Dia memang berada di kedalaman batin dan/atau pikiran manusia. Namun, dia dianggap bagian penting dari sebuah kesuksesan manusia, perusahaan, ataupun organisasi. Nama dia adalah “Komitmen”.

Penulis: Rois Said

“Kalau Anda tidak bisa menjamin komitmen staf Anda, lebih baik saya  mundur. Percuma saja…” tegas seorang direktur BUMD AM suatu ketika. Waktu itu, ia tengah menjajaki sebuah program kerja sama dengan BUMD AM lain. Poin yang bisa dipetik dari pernyataan direktur tersebut adalah betapa penting komitmen yang dimiliki oleh karyawan, direksi, atau siapa pun yang terlibat  dalam sebuah pekerjaan ataupun program yang akan dituju.

Benarlah yang dikatakan para ahli, bahwa setiap orang yang bekerja di suatu perusahaan atau organisasi, harus mempunyai komitmen dalam menjalankan pekerjaannya. Apabila suatu perusahaan memiliki karyawan yang tidak mempunyai komitmen dalam bekerja, maka tujuan dari 

perusahaan atau organisasi tersebut tidak akan tercapai.

Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan komitmen? Dalam ilmu psikologi, komitmen merupakan tindakan atau keterikatan seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam ruang lingkup pekerjaan, komitmen ini sangat dibutuhkan untuk bisa mencapai tujuan bersama sesuai visi dan misi perusahaan. 

Tiga jenis komitmen
Dalam bukunya berjudul Human  Resource Management Review (1990), Mayer dan Allen mengidentifikasi ada tiga jenis komitmen yang biasanya dimiliki karyawan. Pertama, komitmen afektif (affective commitment). Ini dimaksudkan sebagai kertarikan yang dimiliki karyawan secara psikologis terhadap perusahaan. Kata lain, seorang karyawan merasa memiliki ikatan emosional terhadap perusahaannya.





Komitmen jenis ini tentu bagus. Namun, tentu ia tidak akan muncul begitu saja. Komitmen afektif akan muncul dan tumbuh jika ada dorongan keamanan, kenyamanan, dan benefit lain yang dirasakan karyawan di tempat kerjanya saat ini. Ketika dia berpikir bahwa semua benefit itu tidak akan diperoleh di perusahaan lain, di situlah komitmen afektifnya telah tumbuh.

Kedua, komitmen untung-rugi atau continuance commitment. Dalam komitmen jenis ini, seorang karyawan atau anggota organisasi akan cenderung memiliki komitmen tinggi jika melihat adanya akibat atau kerugian yang diperoleh jika dia memutuskan resign dari perusahaan, atau keluar dari organisasi. Semakin tinggi risiko kerugian yang mungkin didapat, semakin besar komitmennya untuk bertahan di perusahaan atau organisasi tersebut.

Ketiga, komitmen normatif atau normative commitment. Komitmen normatif adalah keterikatan seorang karyawan terhadap perusahaan secara psikologis karena adanya dorongan kewajiban moral. Maksudnya, ia merasa harus memelihara hubungan baik dengan perusahaan atau organisasi karena itulah kewajiban dia sebagai karyawan atau anggota organisasi.

Dengan komitmen ini, dia terdorong untuk tetap berada di perusahaan dan memberikan sumbangsih kepada perusahaan, baik materi maupun non materi. Sebaliknya, si karyawan akan merasa tidak nyaman dan feeling guilty jika tidak melakukan sesuatu untuk perusahaan.

Rasa untuk melaksanakan kewajiban seorang karyawan dapat berasal dari beberapa faktor. Mungkin ini buah dari proses pendidikan moral dia sejak dari internal keluarga sampai sekolah. Mungkin juga karena adanya semacam perasaan utang budi atas apa yang sudah diberikan perusahaan kepada dirinya, baik berupa ivestasi pendidikan